Kamis, 02 Mei 2013

Hati yg Rapuh

ktk malam dtg bersama keheningan
tak mampu lg ku kendalikan hati
bayangmu & smua tentang mu tak dapat terlupa
tak tahu sampai kapan kan terus begini

mungkin ku terlalu hina
terlalu sulit tuk di cintai
kakipun semakin ragu tuk mlangkah
dan hati kian sulit percaya

adakah jalan terang
yg kan ku tmpuh menuju akhir nanti
agar ku yakin ku pantas ada disini
melangkah perlahan dr dasar ketakutan ni

Sabtu, 20 April 2013

Berpikir dan Bertingkah Seperti Anak-Anak


Rintik hujan kian lebat terlihat berjatuhan dari langit, bagai lemparan kerikil yang dilempar jika tetesan itu mengenai muka. Sosok anak kecil terlihat sedang asyik bermain menikmati butiran-butiran hujan dengan wajah riangnya. Tangan yang diulurkan kedepan seolah ingin menampung jutaan hujan yang turun. Entah apa yang ada dipikiran anak itu, namun senyum manisnya yang sesekali diikuti tawa riangnya membuatnya menghiraukan yang ada disekelilingnya.
Lihatlah si anak kecil yang mungil itu, ia menganggap hujan yang turun merupakan rejeki yang diberi Tuhan untuk membasahi tanah yang sudah dua minggu ini terasa mengering. Dan cobalah berpikir buakankah itu memang adalah sebuah rejeki yang kita terima dari Tuhan? Tentu, itu merupakan rejeki dan karunia yang diberikan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan kita.
Di zaman yang serba mendesak ini, di zaman yang selalu menuntut untuk bekerja lebih cepat dan lebih keras ini, terkadang kita sebagai manusia dewasa berpikir lebih kekanak-kanakan daripada anak-anak itu sendiri. Anggaplah kegiatan dan pekerjaan kita itu sama dengan kegiatan bermain anak-anak. Bukankah ketika hujan turun, anak-anak yang tadinya ingin bermain guli, layangan, serta permainan lainnya juga terhalang. Seperti halnya dengan kita, mereka tentunya juga merasa kecewa, namun yang mereka lakukan bukanlah mengeluh melainkan mencoba permainan lain yang tidak dapat diganggu oleh kehadiran hujan.
Menghadapi kehidupan adakalanya kita untuk bersikap lebih kekanak-kanakan dengan lebih menikmati keadaan yang sedang kita alami. Perhatikan Si Gadis Kecil itu meskipun ia tidak dapat berlari-lari di halaman rumah, namun ia mencoba untuk melakukan sesuatu hal sehingga hari-hari menyenangkannya tidak terganggu.
Begitulah seharusnya yang kita lakukan, ketika dalam perjalanan hidup kita tertahan oleh gangguan-gangguan yang ada disepanjang jalan. Jadikanlah pemberhentian yang sejenak itu sebagai waktu penyusun strategi untuk menempuh perjalanan selanjutnya, bukan sebaliknya dengan adanya hambatan tersebut lalu kita menyerah hingga terhenti dan membusuk di pertengahan jalan menuju mimpi kita.

Mata Si Anak Manis


Selintas
Mata indahmu membara
Hendak memburu segala cahaya yang tampak
Ingin terbuka tak ingin tuk berkedip

Apa yang engkau lihat?
Wahai mata kecil nan mungil
Sinar kelabukah yang terlihat
Atau cahaya benderang, yang ingin kau temui

Adakah dustah pancaran yang kau terima
Atau sinar kejujuran hilangkan kelam dunia
Hingga tak terlihat kelam semesta
Di matamu

Harapan Rojak


“Hari ini kita belajar mengenai cita-cita. Kalian sudah tahukan cita-cita kalian anak-anak?” teriak guru sekolah dasar dengan senyuman manis mengiringinya.
“baik, ibu guru akan menanyakan cita-cita kalian satu persatu. Dimulai dari Sonya, Sonya apa cita-cita kamu nak?” Tanya ibu guru muda itu. “Dokter bu!” ucap siswa imut itu. Satu persatu siswa kelas 2 sekolah dasar itu telah mengungkapkan cita-citanya masing-masing. Mimpi mereka sesuai dengan usia mereka, terdiri dari dokter, aparat, dan guru. Hingga tibalah saatnya Rojak ditanya, “kamu rojak, apa cita-cita kamu jika besar nanti?” Tanya guru Chintya dengan lembut.
Terdiam sejenak lalu Rojak menjawab dengan suara pelan dan malu-malu, “aku ingin jadi pelawak bu!”
“Kenapa kamu mau jadi pelawak Rojak”, Tanya ibu Rina kembali.
Anak itu kembali terdiam lalu, “abis pelawak lucu bu, mama dan papa selalu tertawa bareng kalau kami lagi nonton lawak di tv. Cuma pelawak yang bisa buat mama dan papa ketawa bu.” Jawab rojak dengan polosnya.
Mendengar jawaban Rojak, Ibu Rina yang tahu betul keadaan keluarga rojak yang bisa dikatakan broken home hanya terdiam dan merenungi betapa tulus Anak itu bicara.

Coba kita simak kisah si Rojak dan Impiannya diatas, ada banyak anak-anak generasi penerus di negeri ini bahkan di sekeliling kita yang seperti mendapat hukuman berat atas kesalahan yang bukan mereka perbuat. Hukuman itu adalah ketidak rukunan keluarga yang harus mereka rasakan.

Selasa, 16 April 2013

SILSILAH KELUARGA/TAROMBO SIMATUPANG TOGATOROP

Tarombo dalam istilah batak adalah merupakan silsilah garis keturunan dalam adat batak

Buat Bumi Tersenyum

hembusan angin tak lagi terasa
rintik hujan yg murni
warna-warna indah pelangi
...kini seakan telah sirnah...

indahnya susunan pepohonan
tiada lagi terlihat oleh mata ini
sinaran matahari
kini gosongkan seluruh kulitku

semua telah musnah
hilang ditelan zaman yang tak terkendali
bumi yg tersenyum indah
kini menangis seakan menanti kematian

kini disini, di tempat ku ini
hanya ada batu-batuan yg menculam tinggi
logam-logam gantikan keindahan duniaku
dan debu telah tutupi setiap jalanan

ingin ku jaga dan ku kembalikan
semua yang ada sekarang menjadi seperti dahulu
sucikan setiap napas yang dihirup
beningkan mata air untuk hentikan dehidrasi

tapi ku takkan sanggup
ku tak sanggup lakukan ini sendiri
kubutuh kau dan semua manusia di bumi
menjaga dan buat bumi tersenyum kembali

pegang tanganku dan satukan langkah kita
berjalan menujuh dunia yang baru
agar semua kita dapat berteduh dibumi indah ini
tersenyum bersama tuk selamanya